Tidak perlu ikut menjadi aktivis Greenpeace atau apapun itu demi menjadi seorang pecinta lingkungan.
Di saat pemanasan global kian menggila, polusi merajalela, cuaca tak beraturan seperti sekarang, memang selayaknya setiap orang menjadi pecinta lingkungan.
Bagaimana caranya? Mudah saja. Berikut LiveScience memberi 10 tips melindungi bumi dari kehancuran. Semuanya adalah cara-cara sederhana yang dapat kita mulai dari hari ini. Apa saja itu?
1. Gunakan bola lampu jenis flurosen alias Fluorescent Lights (CFLs).
Lampu ini memang lebih mahal ketimbang lampu bohlam biasa. Tapi daya tahannya 10 kali lipat lebih lama dan yang pasti lebih hemat energi. Ini bukan iklan. Studi membuktikan bila lampu CFL menyerap energi 75 persen lebih sedikit daripada nola lampu kuning terang benderang biasa. Dalam setahun CFL mampu mengurangi produksi karbon dioksida hingga 500 pon. Ini setara dengan polusi yang dihasilkan 17 mobil di jalan raya selama satu tahun!
2. Hemat listrik di rumah.
Petuah klasik yang tak pernah ketinggalan zaman. Justru kian lama petuah ini kian dibutuhkan realisasinya, bukan sekadar teori. Padamkan lampu di siang hari. Matikan AC saat ruangan tak dihuni. Asal tahu saja rata-rata setiap rumah menghasilkan emisi gas rumah kaca dua kali lipat dari yang diproduksi sebuah mobil. Jadi jangan karena tidak mengeluarkan asap hitam dari knalpot mobil Anda maka Anda sudah merasa sebagai pahlawan lingkungan.
3. Jangan Gunakan plastik.
Sebisa mungkin hindari pemakaian plastik. Tas plastik memang banyak dipakai pasar swalayan maupun tradisional dalam mengemas belanjaan. Ada baiknya kita membawa tas kain atau kertas sendiri dari rumah dan menolak dengan halus tas plastik dari penjual. Mengapa? Plastik bukan bahan yang dapat hancur dengan sendirinya di pembuangan sampah. Sejumlah kandungan dalam bahan tersebut justru merusak kesuburan hayati tanah.
4. Maksimalkan penggunaan komputer.
Memang di era kini sudah jarang orang berkirim surat melalui pos. Tapi jangan salah, masih banyak perkantoran maupun pribadi yang lebih suka menyimpan dokumen atau surat-surat secara tradisional, yakni dengan dicetak di atas kertas. Memang ada beberapa surat berharga yang tak bias tergantikan dengan surat elektronik. Namun selama sebuah dokumen dapat disimpan secara elektronik di komputer, usahakan lakukan itu. Asal tahu saja, kertas yang kita pakai telah sukses menggunduli hutan akibat perusahaan kertas telah menebang pohon-pohon sebagai bahan dasarnya.
5. Beli produk lokal.
Hentikan membeli produk pangan impor. Dengan mengonsumsi apa yang ada di dekat kita, maka kita berperan dalam mengurangi polusi dan pemborosan energi. Mengapa harus mengimpor daging sapi dari Australia jika sapi lokal tak kalah lezatnya. Bayangkan berapa energi dihasbiskan dan polusi dihasilkan dari sekadar mendatangkan sosis Eropa atau keju Belanda ke meja makan Anda. Sebagai informasi, anggur dari Napa Valley harus mengarungi jarak sejauh 2.143 mil demi berada di pasar swalayan Chicago .
6. Praktikan prinsip 3 R
Reduce, Reuse, Recycle. Kurangi konsumsi, gunakan kembali barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan, dan daur ulang bahan tertentu. Mengucapkannya memang mudah, tapi tidak menjalankannya. Hanya sekali memulai, kita akan terbiasa.
7. Pelan-pelan singkirkan energi tak terbarukan.
Agak sulit memang jika tak didukung dengan ketersediaan produk dan infrastruktur. Tapi bukan berarti tak mungkin. Kalau ada pilihan dimana kita bias menikmati listrik dengan sumber sinar matahatri atau angin, mengapa tidak? Lebih bersih dan hemat energi.
8. Bunuh produk penghisap listrik
Tanpa disadari, kita terus menerus membeli dan mengngunakan produk yang menghamburkan energi. Televisi (TV) adalah salah satunya. Tanpa sadar sebuah keluarga kerap menyalakan TV tanpa henti 24 jam walau tidak ditonton. Begitu juga komputer, DVD player dan charger ponsel yang terus terhubung ke colokan listrik.
9. Kurangi pemakaian bahan kimia.
Bahan kimia bukanlah bahan alami. Seperti bahan buatan lainnya, bahan ini tak dapat lebur dengan sendirinya dan meninggalkan efek buruk pada kehidupan. Pestisida, obat nyamuk dan sejumlah bahan pembersih ruangan mengandung aneka komponen kimia yang tanpa sadar ikut kita hirup seumur hidup kita. Bahkan pangan sayur dan buah pun ikut membawanya ke dalam tubuh kita. Cara mengatasinya? Maksimalkan konsumsi bahan-bahan alami, termasuk sayuran organik.
10. Hijaukan rumah Anda!
Banyak di antara kita yang mengaku cinta lingkungan, cinta penghijauan, namun faktanya nyaris tak pernah menanam apapun di halaman rumahnya. Oke jika Anda tak punya halaman rumah. Setidaknya usahakan Anda memberi kesempatan bagi tumbuhan untuk hidup di sekitar. Tanaman gantung atau hidroponik cukup membantu bagi Anda yang tinggal di apartemen, rumah susun atau kos.
Minggu, 01 Februari 2009
Selamatkan Bumi dengan Efisiensi Energi
Bayangkan Bumi dilanda demam hebat berupa kenaikan temperatur 5,8 derajat Celcius merata terjadi di Jakarta, di Tokyo, di Kathmandu, di London, di Johannesburg, di Funafuti, di Beijing, dan New York. Ribuan orang terancam penyakit mematikan seperti malaria dan flu burung. Daratan yang tadinya berupa pantai putih nan elok atau dermaga kapal dan pelabuhan berubah menjadi tempat tinggal ikan dan makhluk laut akibat peningkatan muka air laut 3-5 meter melanda semua pantai di Bumi.
Belum lagi angin taifun, badai, dan banjir yang terus mengisi halaman-halaman koran. Semua bertutur tentang kesengsaraan akibat berubahnya alam, akibat bencana yang makin sering dan kian destruktif.
Prediksi-prediksi inilah yang coba dijabarkan dalam berbagai hasil penelitian ilmiah sekitar 1.000 orang pakar dalam Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) bentukan PBB. Hasil kajian terbaru IPCC yang dirilis pada tahun 2007 bahkan menunjukkan bahwa memang manusia adalah penyebab dari 90 persen perubahan iklim.
Dengan kalimat sederhana, perubahan iklim muncul gara-gara aktifitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca lalu terjadilah efek rumah kaca - terperangkapnya sinar matahari oleh gas rumah kaca di atmosfer - sehingga suhu Bumi pun meningkat secara gradual.
Gas rumah kaca terdiri atas berbagai jenis gas, namun yang paling dominan dan berbahaya adalah gas karbon dioksida (CO2), yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil untuk kebutuhan sektor energi dan transportasi.
Perubahan iklim tak lain hanya mendesak terciptanya revolusi energi. Sebagai akar sekaligus inti dari revolusi ini adalah perubahan bagaimana energi itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi.
Lima prinsip dasar yang harus menjiwai revolusi energi adalah; penerapan solusi energi terbarukan (terutama lakukan dengan sistem energi yang terdesentralisasi), menghormati batas-batas kemampuan alam dan lingkungan, menyingkirkan sumber-sumber energi yang “kotor” dan tidak berkesinambungan, penggunaan energi yang lebih adil, serta menurunkan tingkat konsumsi energi berbahan bakar fosil.
Menurut laporan Greenpeace dan Dewan Energi Terbarukan Eropa (EREC) yang dirilis pada Januari 2007 lalu, sistem energi yang terdesentralisasi - di mana listrik dan panas diproduksi berdekatan dengan pengguna akan menghindari limbah energi selama konversi dan distribusi.
Sistem terdesentralisir ini bakal menjadi titik utama revolusi energi, karena akan memenuhi kebutuhan listrik sekitar dua miliar orang yang saat ini belum mendapat akses listrik.
Analisa Greenpeace dan EREC menyebutkan skenario revolusi energi memprediksi bahwa dengan kenaikan GDP dunia sekitar 0,1 persen (pada periode 2003-2050) akan meningkatkan permintaan energi hingga 0,2 persen saja.
Target revolusi energi adalah menurunkan emisi emisi dunia hingga 50 persen dari angka tahun 1990 pada tahun 2050 mendatang, dengan penurunan emisi karbon per kapita ke angka kurang dari 1,3 ton per tahun agar suhu global tetap di bawah plus 2 derajat Celcius.
Efisiensi energi, secara tak terbantahkan, membawa dampak berganda. Sebagai contoh adalah mesin pencuci baju yang bisa hemat listrik dan hemat air. Efisiensi juga kerap memberikan kadar kenyamanan yang lebih tinggi. Rumah yang punya sirkulasi cukup baik akan memberi rasa hangat pada musim dingin, sejuk pada musim panas, dan tentu saja lebih sehat untuk kesehatan. Dengan kata lain efisiensi menawarkan “sesuatu yang lebih dengan sesuatu yang lebih sedikit”.
Dalam konteks perubahan iklim, efisiensi membawa potensi yang sangat besar. Dengan mengganti kulkas lama yang tidak hemat energi atau mobil yang boros bahan bakar, tanpa disadari penghematan itu berimbas terhadap “seisi rumah”, “seisi mobil” bahkan “seluruh sistem transportasi”.
Tanpa tersadar pula, kelak energi yang dibutuhkan dapat terpangkas hingga 4-10 kali lipat daripada kondisi yang ada saat ini. Sebagai contoh, berhemat dan efisien dalam penggunaan energi akan sangat besar efeknya bila benar-benar dilakukan secara konsisten.
Belum lagi angin taifun, badai, dan banjir yang terus mengisi halaman-halaman koran. Semua bertutur tentang kesengsaraan akibat berubahnya alam, akibat bencana yang makin sering dan kian destruktif.
Prediksi-prediksi inilah yang coba dijabarkan dalam berbagai hasil penelitian ilmiah sekitar 1.000 orang pakar dalam Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) bentukan PBB. Hasil kajian terbaru IPCC yang dirilis pada tahun 2007 bahkan menunjukkan bahwa memang manusia adalah penyebab dari 90 persen perubahan iklim.
Dengan kalimat sederhana, perubahan iklim muncul gara-gara aktifitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca lalu terjadilah efek rumah kaca - terperangkapnya sinar matahari oleh gas rumah kaca di atmosfer - sehingga suhu Bumi pun meningkat secara gradual.
Gas rumah kaca terdiri atas berbagai jenis gas, namun yang paling dominan dan berbahaya adalah gas karbon dioksida (CO2), yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil untuk kebutuhan sektor energi dan transportasi.
Perubahan iklim tak lain hanya mendesak terciptanya revolusi energi. Sebagai akar sekaligus inti dari revolusi ini adalah perubahan bagaimana energi itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi.
Lima prinsip dasar yang harus menjiwai revolusi energi adalah; penerapan solusi energi terbarukan (terutama lakukan dengan sistem energi yang terdesentralisasi), menghormati batas-batas kemampuan alam dan lingkungan, menyingkirkan sumber-sumber energi yang “kotor” dan tidak berkesinambungan, penggunaan energi yang lebih adil, serta menurunkan tingkat konsumsi energi berbahan bakar fosil.
Menurut laporan Greenpeace dan Dewan Energi Terbarukan Eropa (EREC) yang dirilis pada Januari 2007 lalu, sistem energi yang terdesentralisasi - di mana listrik dan panas diproduksi berdekatan dengan pengguna akan menghindari limbah energi selama konversi dan distribusi.
Sistem terdesentralisir ini bakal menjadi titik utama revolusi energi, karena akan memenuhi kebutuhan listrik sekitar dua miliar orang yang saat ini belum mendapat akses listrik.
Analisa Greenpeace dan EREC menyebutkan skenario revolusi energi memprediksi bahwa dengan kenaikan GDP dunia sekitar 0,1 persen (pada periode 2003-2050) akan meningkatkan permintaan energi hingga 0,2 persen saja.
Target revolusi energi adalah menurunkan emisi emisi dunia hingga 50 persen dari angka tahun 1990 pada tahun 2050 mendatang, dengan penurunan emisi karbon per kapita ke angka kurang dari 1,3 ton per tahun agar suhu global tetap di bawah plus 2 derajat Celcius.
Efisiensi energi, secara tak terbantahkan, membawa dampak berganda. Sebagai contoh adalah mesin pencuci baju yang bisa hemat listrik dan hemat air. Efisiensi juga kerap memberikan kadar kenyamanan yang lebih tinggi. Rumah yang punya sirkulasi cukup baik akan memberi rasa hangat pada musim dingin, sejuk pada musim panas, dan tentu saja lebih sehat untuk kesehatan. Dengan kata lain efisiensi menawarkan “sesuatu yang lebih dengan sesuatu yang lebih sedikit”.
Dalam konteks perubahan iklim, efisiensi membawa potensi yang sangat besar. Dengan mengganti kulkas lama yang tidak hemat energi atau mobil yang boros bahan bakar, tanpa disadari penghematan itu berimbas terhadap “seisi rumah”, “seisi mobil” bahkan “seluruh sistem transportasi”.
Tanpa tersadar pula, kelak energi yang dibutuhkan dapat terpangkas hingga 4-10 kali lipat daripada kondisi yang ada saat ini. Sebagai contoh, berhemat dan efisien dalam penggunaan energi akan sangat besar efeknya bila benar-benar dilakukan secara konsisten.
Langganan:
Komentar (Atom)